Tadi saya membaca tulisan seorang teman yang merasa sedang bermasalah dengan temannya [sebut saja si B], lalu perasaannya tersebut dikuatkan dengan berita dari sumber lain yang mengatakan bahwa semua orang yang berteman dengan si B, juga banyak bermasalah bahkan tidak suka dengan si B.. sehingga dia mencoba mencari jawaban, apakah yang bermasalah itu dirinya atau mungkin si B tersebut..
saya jadi ikut-ikutan berpikir, janganlah mudah menganggap orang lain bermasalah hanya lewat apa yang kita dengar dan apa yang disampaikan banyak orang.. bisa jadi sang pembawa berita dan penerima berita itu juga bermasalah; entah fasiq, berpenyakit hati, tidak amanah, dst..
hmm.. hmm.. saya mencoba khusnudzhan dengan teman saya tersebut.. mungkin saja belum sampai atau bahkan belum membaca atau mendengar hadist dari Rasulullah tentang kebencian Allah terhadap seseorang yang menceritakan suatu berita/menyebarkan berita yang bersumber dari “Qiilaa wa Qaalaa” [katanya..katanya..]..
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda.
“Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka Qiila wa Qalaa (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta” (HR. Muslim hadits no. 1715.)
ya, menyebarkan berita atau menyimpulkan suatu berita yang berasal dari katanya si A, katanya si B menjadi hal yang dibenci oleh Allah.. sekalipun dikuatkan dengan dalil,
“ahh.. bukan cuma aku kok yang bilang dan ngerasa gitu katanya si A, si C, si D juga merasakan hal sama..”
Lagi-lagi kalau hanya berdasarkan “katanya” saja, cukuplah ia disebut sebagai pendusta..
Imam Muslim menyebutkan hadits dalam muqaddimmah shahih-nya sbb ;
“Cukuplah seorang itu disebut pendusta jika ia menyampaikan semua yang ia dengar (tanpa mencek dulu kebenarannya).”
Dalam hadits lainnya Nabi SAW melarang kita untuk melakukan ‘qila wa qala’ (banyak-omong) yang disebutkan oleh beliau SAW, bahwa maknanya yaitu :
“Orang yang banyak menyampaikan berita yang banyak dibicarakan orang tanpa melakukan re-check (tatsabbut), juga merenungkan dalam-dalam akan kebenarannya (tadabbur) dan juga mencari bukti-bukti (tabayyun).”
Apalagi jika ia sendiri sudah meragukan kebenaran berita tersebut tapi masih juga disampaikannya, perbuatan ini diancam dengan sebuah hadits :
“Barangsiapa menceritakan sebuah berita, lalu ia sendiri menyangka bahwa berita tersebut tidak benar, maka ia termasuk diantara 2 orang yang berdusta (bersama pembawa beritanya).”
Lalu hubungannya dengan apa yang saya sampaikan di awal adalah, janganlah mudah menyimpulkan, terlebih menyebarkan suatu berita yang berasal dari kata-kata orang yang belum tentu benar, atau bisa jadi si pembawa berita tersebut masuk dalam kategori fasik.. bagi yang belum tau ciri-ciri orang fasiq yaitu:
“Imam Al-Alusi menyatakan bahwa makna fasik ialah orang yang masih suka bermaksiat, atau suka melanggar salah satu aturan agama”
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Al-Hujurat : 6)
Dalam ayat ini ALLAH SWT memerintahkan kepada orang-orang yang benar-benar shadiq kepada ALLAH dan Rasul-NYA (shaddaqu liLLAHI wa rasuliHI), jika ada orang fasik membawa berita tentang sebuah kaum agar dilakukan tabayyun (dalam qira’ah Ahlul-Madinah dikatakan tatsabbut), yaitu jangan langsung diterima tanpa dilakukan pengecekan kebenarannya.
Sehingga Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa para ulama tidak mau menerima riwayat dari orang yang majhul (tidak dikenal kepribadiannya) karena khawatir adanya kefasikan dalam dirinya.
Nah, kalau saja si pembawa beritanya saja, masih melakukan kemaksiatan, tidak amanah bahkan juga sering bermasalah, perlulah kita berhati-hati dengan berita yang dibawanya sekalipun benar.. apalagi jika kita sampai jatuh pada kondisi menyebarkan berita tersebut dan menuduh orang lain yang [bisa jadi] tidak bermasalah menjadi bermasalah dan salah. Sehingga membuat orang-orang disekitar kita ikut mempercayai nya..
Hal ini tidak sedikit saya temui pula dikalangan para aktifis dakwah.. saya pribadi pun tidak memungkiri pernah jatuh dalam kondisi serupa, jauh sebelum mengetahui adanya larangan tentang Qiilaa wa Qalaa.. terlebih ujiannya seorang perempuan itu terletak dilisannya yang kadang tidak terkontrol.
Makanya mengapa untuk hal-hal yang saya dengar, dan suatu ketika terdesak oleh teman yang meminta saya mengklarifikasi, saya mencoba untuk mengakhirinya dengan kata wallahua’lam atau coba tabayyun dulu dengan orangnya.. kecuali telah nampak bukti-bukti yang berhasil saya temukan lewat proses tabayyun lalu saya sampaikan demi menghentikan isu-isu yang berkembang tentu saya sampaikan kepadaorang-orang yang saya percayai komitmennya dalam menjaga amanah.. tentu bukan berarti tindakan saya ini benar.. ah, rabbi, saya tahu saya salah, faghfirlii ya raabb.. 😥
Alhamdulillah dengan hidayah Allah yang mengarahkan saya tentang ilmu qiila wa qaalaa ini, membuat saya mencoba untuk jauh lebih berhati-hati untuk menyampaikan berita dan menahan diri untuk bisa menjaga lisan saya atas apa yang saya dengar baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja.. dan berusaha untuk mencari tahu langsung lewat lisan sang narasumber..
Kita memang sulit menolak berita-berita yang hadir di hidup kita, baik mengenai kehidupan dan permasalahan orang lain, karena canggihnya efek media sosial dan “kelumrahan” bagi sebagian orang yang merasa bahwa menceritakan kehidupan orang lain demi mencari kebenaran adalah hal yang biasa saja apalagi demi memuaskan hasrat keeepppooo kita yang sudah masuk tingkat kritis nan akuuttt, tapi bukan berarti serta merta kita mudah jatuh bahkan terlalu cepat mengambil kesimpulan dan penilaian mengenai orang lain yang kita saja tidak mau atau belum meng-cross check kebenarannya.. terlebih kalau orang tersebut adalah orang yang tidak kita sukai akhlak dan sikapnya..
Bisa jadi, si pembawa berita juga bermasalah dengan orang tersebut, atau juga fasiq seperti apa yang saya paparkan di atas.. karena, bagi saya, muslim yang utama itu seperti yang di sampaikan oleh Rasulullah SAW..
“(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al- Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)
ya, muslim yang tidak hanya menjaga diri nya dari kejahatan dan lisannya, tapi juga menjaga harga diri saudara seimannya, sekalipun telah tampak aib-aib saudaranya tersebut..
Jadi, jangan mudah menilai dan menyimpulkan sesuatu hal/orang lain bila hanya berasal dari perkataan yang tidak berdasar.. perkataan yang bersumber dari orang yang juga memiliki penyakit hati.. tentu, ini pelajaran untuk saya pribadi yang terus mencoba memperbaiki diri, tentu akan sakit bagi saya, ketika aib-aib saya diketahui atau saya dituduh melakukan sesuatu padahal saya tidak melakukannya, begitu pula tentunya perasaan orang yang kita “rasai” bukan?
Ya Allah, ampuni kami, jaga lisan dan hati kami dari keinginan membuka keburukan dan mencari-cari kesalahan saudara saudari kami.. sesungguhnya kami adalah sekumpulan hamba yang tak pernah lepas dari khilaf.. maka tunjukkanlah hidayah, kuasa dan penjagaanMu, pada hati-hati ini, lisan ini, telinga, tangan, kaki, dan hidup ini..
**tulisan ini juga mengambil rekam jejak ibrah dari:
http://pkssidomulyo.blogspot.com/2011/06/manhajut-tatsabbut-wat-tabayyun-fil.html