Terima Kasih, Cinta..


 

 -dian nashir-

20 april lalu..

menjadi saksi dihadapan Allah, dihadapan semua orang..

kesanggupanmu, menjadi imam dalam kehidupanku..

kita awali hari dengan keinginan menjadi pasangan yang saling menguatkan dan mengingatkan dalam kebaikan..

Terima Kasih, Cinta..

untuk keikhlasanmu menerima diri yang masih lemah iman ini..

untuk dukunganmu setiap kali istrimu ini merengek mencari lembaga tahfidz..

membujukmu, untuk bisa ikut dalam komunitas pecinta kalamNya..

untuk kesabaranmu, mendegar tangisku pecah..

ketika aku merasa lelah dengan perjuangan dan problem yang silih berganti hadir..

Terima Kasih, CInta..

untuk kepercayaanmu, terhadap diri yang mungkin masih sulit menjaga amanah..

untuk malam-malam yang telah rela kau korbankan, demi mendengar suaraku, yang merindu..

untuk setiap materi yang terkuras demi tugas akhir yang meletihkan diri..

untuk setiap hari, yang kau lewati sendirian, tanpa istrimu menemani..

tapi, selalu kau jawab..

“makasih untuk selalu disamping kakak, sayang..”

Terima Kasih, Cinta..

telah menjadi teman terbaik, kini.. dan semoga selamanya..

disaat, teman-teman  terdekat dulu, menorehkan luka satu persatu..

ketika, rasa sayang ini dikhianati dan dilupakan berkali-kali..

ketika merasa.. “mengapa belum ku temui teman baik dalam 24 tahun di dunia ini?”

ketika, pada akhirnya, aku menyadari bahwa teman terbaik kini, hanyalah dirimu..

yang telah tahu luar dalam diriku..

yang telah menghabiskan banyak hari merenda cinta bersamaku..

dan tak lelah, tak pula kau beban melihat kekuranganku..

Terima Kasih, CInta..

untuk perjalanan pernikahan kita yang telah memasuki bulan ke 4..

engkau sebaik-baik teman perjalanan menuju ridhaNya yang luas membentang..

engkau sebaik-baik teman yang telah siap menjalani suka duka bersamaku..

semoga kelak, ditengah badai ujian yang akan kita temui..

selalu teguh hati mengingat janji yang telah kita ucapkan dihadapanNya..

selalu kuat diri menyelamatkan kapal yang tak pernah bisa kita tebak kondisinya..

Terima Kasih, Cinta..

pelengkap hidup..

penyempurna dien..

dan penjaga ketaatanku..

Ramadhan kali ini dan rasa sakit itu..


tips-menjadi-pemaaf[picture taken from google]

Alhamdulillah, kali ini ramadhan terasa berbeda.. dengan hadirnya suami yang kini menemani perjuangan hidup, perjuangan tugas akhir dan juga perjuangan yang telah mengantri untuk harus dijalani.. Bahagia, tentu saja.. tapi, ramadhan kali ini juga menjejakkan sedih, kecewa dan luka dalam hati.. yang akhirnya sedikit menimbulkan ketakutan..

Banyak orang bilang, bahwa doa-doa ketika di bulan Ramadhan akan mudah diijabah.. termasuk doa orang2 yang terdzhalimi.. hal inilah yang kadang membuat saya terus menerus mengevaluasi doa-doa apa saja yang telah saya ucapkan di ramadhan kali ini, mengingat sakit dan luka yang ada di hati saja masih berbekas..

Kecewa yang timbul karena akumulasi dari rasa kecewa, tidak ikhlas[mungkin], dan juga buntut dari toleransi yang tidak menemukan perbaikan.. mungkin ini juga buah dari doa-doa saya selama ini kepada Allah.. saya selalu meminta diberikan kesabaran untuk ujian yang selalu hadir dalam kehidupan saya nanti, bagaimanapun bentuknya, dan nyatalah hadir dalam bentuk yang saat ini harus saya terima, suka tidak suka, mau tidak mau.. Sulit memang.. tapi saya sadari, disanalah fase kekuatan dan ketahanan ujiannya.. saya pernah membaca, kita akan terus diuji oleh hal-hal yang kita masih sulit untuk menyelesaikannya dengan baik.. sampai saat ini saya masih merasa belum bisa ‘lulus’ menjalani ujian yang begitu memberatkan hati saya..

Memaafkan itu mudah, semudah kita mengucapkannya ketika ada orang yang berusaha meminta maaf atas kesalahannya kepada kita.. tapi, yang tidak mudah adalah menghilangkan rasa sakit, kecewa bahkan luka yang terlanjur membekas didalam hati.. kadang ada rasa ingin sekali menghilangkannya, tapi, sulit.. sulit sekali.. saya tidak tahu, sudah berkali-kali saya coba untuk menghilangkannya, namun yang ada justru saya yang letih.. karena keesokan harinya akan bertemu lagi dengan kejadian yang berulang, yang sama dan tentu yang ‘mendzhalimi’ tidak merasa bahkan menganggap remeh perasaan saya.

Kadang, ketika saya sampai pada puncak emosi [lagi-lagi sebagai hamba yang lemah], ketika air mata sudah sulit untuk menterjemahkan gemuruh kecewa dan marah dalam hati, saya tak henti-hentinya berdoa, Agar Allah membalas perbuatan yang telah dilakukan oleh ‘mereka’ kepada diri saya. dan setelah meredam, yang hadir adalah rasa takut, ya takut, apakah kelak doa-doa saya akan diijabah, lalu bagaimana nasib orang yang telah saya mintakan agar Allah membalas perbuatannya?

saya membaca sebuah artikel, tentang seorang ustadz shalih, dimana ketika sakaratul maut, kondisinya sangat memprihatinkan, ditalqin pun tidak bisa, bahkan mengerang kesakitan, seperti ruh yang sedang ditarik ulur.. miris membayangkannya.. lalu, sang istri teringat kekhilafan suaminya[sang ustadz tersebut] yang pernah dilakukannya beberapa puluh tahun lalu.. ya, sang suami pernah menyakiti hati seseorang, dan sang istri pun mengetahuinya.. hal tersebut lah yang membuat istri sang ustadz tadi berinisiatif mendatangi orang yang pernah dilukai hatinya oleh lisan suaminya.. dan benarlah dugaan sang istri, orang tersebut, sampai detik dimana sang istri ustadz mendatanginya, ia masih belum ikhlas dan belum bisa memaafkan kesalahan ustadz yang sudah dalam kondisi memprihatinkan.. “Saya masih sakit dan tidak ridha”, ucapnya sambil menahan emosi.. lalu, dengan kerendahan hati, sang istri memintakan maaf untuk suaminya, dan menceritakan kondisi suaminya kepada orang tersebut, Allah maha melembutkan hati, dengan penuh belas kasih, dan rasa iba, orang tersebut memaafkan perbuatan sang ustadz.. dan tak berselang lama, ustadz shalih tadi akhirnya bisa menghembuskan nafas terakhirnya..

Lalu, apa kaitanya dengan permasalahan saya? tentu adalah pada doa-doa yang terlanjur terucapkan.. saya takut, doa yang saya panjatkan berakibat tidak baik.. sekalipun saya hanya berdoa semoga Allah membalasnya.. tapi entahlah, bagaimana bentuk balasan yang Allah berikan.. tapi memang dipuncak emosi saya pada saat itu, kekuatan saya adalah doa.. tak lupa saya memintakan maaf kepada Allah untuk “mereka” yang telah mendzhalimi saya.

tapi, mau didoakan atau tidak, saya meyakini bahwa perbuatan baik dan buruk yang dilakukan sekecil apapun pasti akan mendapatkan ganjaran dari Allah.. [QS.Al Zalzalah]. Kalau tidak sekarang, bisa jadi esok, bisa pula ketika dihari pembalasan nanti.. hal inilah yang membuat saya cukup tenang dan memilih diam dan menghindari orang-orang yang [sengaja] menutup telinga dan matanya atas perbuatan buruk yang telah mereka lakukan pada saya. Karena dengan diam dan menjauhi mereka, maka pintu kemarahan, ketidakterimaan setidaknya bisa berkurang.. dan tentu bisa membuat saya lebih selamat, tanpa harus melakukan sesuatu atau menunjukkan sesuatu kepada mereka bahwa saya tidak terima, bahwa saya marah, dsb..

saya sadar, “mereka” saat ini merasakannya.. merasakan perubahan sikap saya. Namun, memang menurut saya kondisi terbaik saat ini adalah menjaga jarak dari kesia-siaan. jauhi orang-orang yang membuat kita jauh dari Allah. interaksi seadanya, cukup saling kenal saja sekarang.

sekarang, atau nanti perbuatan yang kita lakukan akan merefleksikan “dirinya” kepada kita.. ya, kita akan merasakannya, menuainya, bisa jadi dilakukan oleh orang lain dengan bentuk perbuatan yang sama dan tentu kita lah menjadi “korban” nya atau bisa jadi lewat cara lain yang hanya Allah yang mengetahuinya.. Tapi, tentu, saya tidak berharap teguran yang membuat firaun dan bala tentaranya terbenam lautan merah.. atau teguran yang membuat nabi yunus tertelan ikan hiu.. cukuplah Allah menegur dan membalas mereka lewat perantara hambanya yang shalih.. yang membuat orang-orang dzhalim bermuhasabah dan memperbaiki diri..

Allah, iman ini memang tidak seberapa kuatnya, lemah pun banyak meliputinya.. namun kumintakan keadilan Mu dan tarbiyah Mu yang maha indah bagi mereka yang sering mendzhalimi diri sendiri terlebih orang lain.. tegurlah mereka dengan cara yang lembut, dan maafkan mereka, jadikan mereka pribadi yang lebih baik dikedepan hari..

Ramadhan.. semoga ujian ini bisa kulewati dengan hasil terbaik bersamamu, masa dimana semua ibadah dilipatgandakan ganjarannya.. semua doa terijabah.. dan semua orang berharap bisa husnul khotimah diakhir penghujungmu..

Lalu, wahai sakit dan luka yang masih membekas, semoga waktu menjadi teman terbaik untuk mengeringkan luka yang basah, lalu perlahan menghilangkan sakitnya, walau ku tahu, kadang tidak semua luka bisa hilang bekasnya, namun jadikanlah ia bekas yang membuat diri ini, iman ini, kuat berhadapan denganmu dikemudian hari.. dan membuat diri ini menjadi pribadi yang mudah memaafkan dan pribadi yang shalih lagi.. aamiin..

Famayya’mal mitsqaal dzarratin khairay yarah wamay ya’mal mitsqaala dzarratin syarray yarah

 (Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” Qs. Az Zalzalah:7-8.

Jilbab bukan parameter keimanan[?]


541427_10151481303981972_1242694961_n[picture taken from google]

seorang teman yang baru-baru ini membuat saya bangga, terharu dan terenyuh.. tentang keinginannya untuk berhijab rapi dan syar’i.. Masyaa Allah.. atas kasih sayang Allah lah saya menyadari bahwa hidayah yang dulu pernah Allah hadirkan dalam hidup saya, kini ikut dinikmati oleh saudari yang baru-baru ini diperkenalkan oleh Allah kepada saya..

Saya sempat merasa malu, ketika saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengajaknya menjadi lebih baik, karena yang saya tangkap lewat ceritanya, sebenarnya ia sudah mengetahui bahwa islam sudah mensyari’atkan apa-apa saja bagi muslimah. Hal itulah yang membuat saya lebih memilih untuk diam saja, mengajaknya mengenal islam mengalir saja, lewat kisah-kisah para shahabat dan shahabiyah.. lewat kajian-kajian yang kami dengar bersama, dan juga lewat keseharian saya yang saya sadari tidak ada istimewanya..

suatu ketika, ia cukup terperangah ketika melihat pemandangan aneh.. tentang kehidupan para akhawat muslimah yang dimatanya adalah sosok yang cukup ideal keseharian, akhlaknya, ibadahnya, dll.. tentu bukan hal baru bagi saya, namun akan menjadi hal yang mengangetkan bagi orang seperti beliau yang melihat sisi lain para akhawat[sebutan untuk para jilbaber yang aktif dakwah kampus] terlebih dalam kondisi sedang bersemangatnya untuk hijrah menjadi muslimah sejati..

Ya, fenomena tentang hijab dan segala pernak pernik pendukungnya..

suatu ketika ia bertutur lembut..

“oh ya, kenapa ya si A jilbab nya sekarang jadi kecil? padahal dulu jilbab nya besar? pernah sih dia bilang ke aku, kalau jilbab itu bukan ukuran keimanan seseorang..”

saya terhenyak mendengar ucapannya..

Ya.. memang benar panjang atau pendeknya hijab atau jilbab bukanlah ukuran keimanan seseorang, namun perlu diingat, bahwa komitmen seseorang muslimah dalam menjalankan syariat dengan baik dan benar, bisa menjadi parameter pula akan ketaqwaannya kepada Allah. tentunya, syariat menjelaskan bahwa pakaian muslimah itu setidaknya memenuhi beberapa kriteria, diantaranya yaitu :

1. Tidak menampakkan bentuk tubuh dan tidak menerawang

2. Bukan pakaian popularitas [Libasu syuhrah]

3. Tidak menyerupai wanita kafir

4. Tidak mengundang fitnah atau untuk menarik perhatian kaum lelaki, dan masih banyak lagi,

nah coba perhatikan, ketika ada seorang wanita muslimah yang sibuk dengan urusan mempercantik diri lewat pakaian-pakaian yang mana kita saja sebagai muslimah merasa tertarik, terusik, apalagi kaum lelaki, tentunya akan lebih tertarik bukan? belum lagi dengan dalil, biar ga kelihatan kaya teroris, kucel, kuper, jadul dan sederet alasan lainnya. tentu kita bisa menilai apakah berhijab seperti alasan tadi dibenarkan? Memang benar, niat itu hanya Allah yang tahu, tapi alasan-alasan dan kecenderungan untuk menonjolkan diri pun bahkan berlebih-lebihan pun jatuh pada hal yang tidak disukai Allah, misalnya tabarruj. apakah ini tidak bersangkut paut dengan kualitas keimanan dan penghayatan terhadap hukum-hukum syari’at?

Saya tidak mengatakan bahwa yang jilbab nya sebesar saya bahkan sepanjang lantai itu imannya tentu lebih baik. Tidak.

Tapi yang ingin saya garis bawahi bahwa pemahaman hukum syariat yang baik tentu akan menuntun orang yang mempelajarinya menghindari diri dari hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh Agama.

Silahkan bagi akhawat yang merasa nyaman dengan celana longgar nya, silahkan pula bagi akhawat yang nyaman dengan rok polosnya, atau akhawat dengan hijab syar’inya yang besar panjang dan menutup tubuh, atau para hijaber yang nyaman dengan hijab sedangnya.. silahkan saja asalkan niatnya memang semata-mata karena Allah, semata-mata untuk menjaga dirinya dari keburukan dan fitnah. Di sini saya hanya mempertanyakan bagi para akhawat atau muslimah yang berhijab dengan niatan lain, agar terkesan wah dimata orang, untuk menarik kaum adam bagi yang belum menikah, agar terkesan modis, berkelas, untuk ajang pamer-pameran dan niatan-niatan yang jauh dari keikhlasan..

Ya, silahkan tanya pada hati.. saya pun demikian, tidak munafik, saya pun masih menyukai gamis-gamis model terbaru berwarna lembut, berbahan jatuh.. pernah beberapa kali mengenakannya, tentu, rasanya campur aduk.. lebih banyak tidak nyaman.. karena memang, saya sepertinya lebih nyaman dengan style harian saya yang lebih sering ber-tudung labuh.. tidak banyak mata yang memandang, tidak pula banyak teman yang menyindir ketika melihat saya mengenakan pakaian yang jauh dari style keseharian saya.. ya, saya menterjemahkan rasa nyaman dan ketidaknyamanan itu adalah alarm iman.. sama hal nya ketika, muslim atau muslimah merasa tidak nyaman ketika tertawa terbahak-bahak dikeramaian, meminum sambli berdiri, dan hal-hal yang dirasa tidak layak bagi seorang muslim/ah yang dibekali adab-adab dalam kehidupan.. lagi-lagi, memaknai arti hijab itu kembali.. bukankah perintah hijab itu sendiri adalah agar kita tidak diganggu oleh mata-mata jahil, agar kita mudah dikenali sebagai muslimah? sehingga beberapa ulama’ berbeda-beda dalam menafsirkan bagaimana bentuk hijab itu sendiri, apakah hijab itu harus menutup seluruh tubuh, sampai sedada, dst.. bukankah lagi-lagi itu dilakukan demi menjaga kemuliaan seorang perempuan?

Sayangnya sekarang, banyak kita temui, kemuliaan bahkan harga diri seorang muslimah jauh lebih rendah bahkan setara dengan harga pakaian-pakaiannya.. Ia akan marah ketika tahu baju-baju istimewanya rusak, hijabnya banyak ditiru, kecipratan air kotor dijalan, bahkan terkena noda minyak yang sulit dihilangkan.. Ia tidak lagi merasa khawatir dengan kemuliaan dirinya, teguran Allah atas dirinya bahkan tidak merasa khawatir ketika banyak mata yang berdecak kagum dan terpesona dengan apa yang ia kenakan..

Sedikit berbagi kisah, tentang gamis saya, yang dulu sangat saya sukai, bahkan saya jatuh pada kondisi ingin diperhatikan[astaghfirullah], hingga datanglah teguran Allah kepada saya, ketika dibonceng naik sepeda motor oleh kakak tingkat, tanpa saya sadar, bagian bawah gamis saya masuk kedalam jeruji besi motor.. dan tahulah apa yang terjadi? gamis saya cobek, dan sulit untuk bisa diperbaiki.. saya masih sangat bersyukur akan teguran kecil Allah tersebut, untungnya kakak tingkat saya cepat menyadari bahwa ada yang tidak beres ketika motor sedang melaju.. dan tentunya atas kasih sayang Allah pula lah, kaki saya tidak masuk kedalam jeruji tadi, padahal sangat mungkin terjadi karena motor saat itu sedang melaju kencang.. dan juga tentunya aurat saya masih terlindungi, karena banyak kisah yang saya dengar tentang beberapa muslimah yang diuji dengan kondisi yang sama, yaitu ketika gamisnya masuk jeruji besi motor, seketika itu pula auratnya tersingkap..

selama perjalanan pulang saya hanya bisa istighfar terus menerus.. menyesali kekhilafan saya, bahwa pakaian yang saya kenakan ini, yang saya banggakan ini, malah menjadi hal yang tidak Allah sukai, karena adanya rasa ingin diperhatikan oleh banyak orang.. ya, jangan sampai hal itu terjadi kepada saudara saudariku yang shalih dan shalihah.. tentunya sebagai manusia kita secara sadar atau tidak sadar, sering jatuh pada kondisi ingin diperhatikan, ingin dinilai, ingin disukai, apalagi dianggap pantas. Tapi ingatlah, ketika ada lintasan yang tidak baik saat berhijab atau apapun itu, istighfarlah segera.. itu adalah sinyal hati[keimanan] yang menunjukkan bahwa ada yang tidak benar dari niatan diri kita. berlindunglah kepada Allah agar apa yang kita kenakan, tidak menjadi beban yang membuat kita kesulitan menjadi hamba yang diridhaiNya, bahkan sulit untuk bisa mencium bau syurga..

dan jangan sampai pula, hijab kita membuat orang-orang yang sedang berproses menutup aurat sesuai dengan syariat akhirnya menjadi mundur untuk berani melangkah karena melihat teladan yang tidak baik dari diri kita, entah dari tata cara berhijab, akhlak yang tidak baik, dan juga hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang muslimah.. jangan.. jangan sampai kita menjadi penghalang seseorang untuk mencari dan memegang teguh hidayah yang sudah Allah karuniakan..

ya, pada akhirnya, akan banyak orang yang mengatakan, kan proses, bllaa.. blaa.. ya, benar.. Semua kita berproses.. berproseslah dengan baik, dengan cara yang dituntunkan oleh agama.. bukan oleh pendapat dan ego kita, karena apa yang berasal dari kita belum tentu benar, tapi apapun yang berasal dari Tuhan, dari nabi kita dari agama kita tidak akan pernah salah.. karena ia pedoman yang harus kita pegang, jauh sebelum mem-pedoman-i apapun..

“Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami sudah menurunkan kepada kamu (bahan untuk) pakaian menutup aurat kamu, dan pakaian perhiasan; dan pakaian berupa takwa itulah yang sebaik-baiknya.” (Surah al-A’raaf, ayat 26)

Wallahu wa rasulluhu a’lam..

Katanyaa si A.. katanya siii B..


niqabian_woman[picture taken from google]

Tadi saya membaca tulisan seorang teman yang merasa sedang bermasalah dengan temannya [sebut saja si B], lalu perasaannya tersebut dikuatkan dengan berita dari sumber lain yang mengatakan bahwa semua orang yang berteman dengan si B, juga banyak bermasalah bahkan tidak suka dengan si B.. sehingga dia mencoba mencari jawaban, apakah yang bermasalah itu dirinya atau mungkin si B tersebut..

saya jadi ikut-ikutan berpikir, janganlah mudah menganggap orang lain bermasalah hanya lewat apa yang kita dengar dan apa yang disampaikan banyak orang.. bisa jadi sang pembawa berita dan penerima berita itu juga bermasalah; entah fasiq, berpenyakit hati, tidak amanah, dst..

hmm.. hmm.. saya mencoba khusnudzhan dengan teman saya tersebut.. mungkin saja belum sampai  atau bahkan belum membaca atau mendengar hadist dari Rasulullah tentang kebencian Allah terhadap seseorang yang menceritakan suatu berita/menyebarkan berita yang bersumber dari “Qiilaa wa Qaalaa” [katanya..katanya..]..

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda.

“Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka Qiila wa Qalaa (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta” (HR. Muslim hadits no. 1715.)

ya, menyebarkan berita atau menyimpulkan suatu berita yang berasal dari katanya si A, katanya si B menjadi hal yang dibenci oleh Allah.. sekalipun dikuatkan dengan dalil,

“ahh.. bukan cuma aku kok yang bilang dan ngerasa gitu katanya si A, si C, si D juga merasakan hal sama..”

Lagi-lagi kalau hanya berdasarkan “katanya” saja, cukuplah ia disebut sebagai pendusta..

Imam Muslim menyebutkan hadits dalam muqaddimmah shahih-nya sbb ;

“Cukuplah seorang itu disebut pendusta jika ia menyampaikan semua yang ia dengar (tanpa mencek dulu kebenarannya).”

Dalam hadits lainnya Nabi SAW melarang kita untuk melakukan ‘qila wa qala’ (banyak-omong) yang disebutkan oleh beliau SAW, bahwa maknanya yaitu :

“Orang yang banyak menyampaikan berita yang banyak dibicarakan orang tanpa melakukan re-check (tatsabbut), juga merenungkan dalam-dalam akan kebenarannya (tadabbur) dan juga mencari bukti-bukti (tabayyun).” 

Apalagi jika ia sendiri sudah meragukan kebenaran berita tersebut tapi masih juga disampaikannya, perbuatan ini diancam dengan sebuah hadits :

“Barangsiapa menceritakan sebuah berita, lalu ia sendiri menyangka bahwa berita tersebut tidak benar, maka ia termasuk diantara 2 orang yang berdusta (bersama pembawa beritanya).”

Lalu hubungannya dengan apa yang saya sampaikan di awal adalah, janganlah mudah menyimpulkan, terlebih menyebarkan suatu berita yang berasal dari kata-kata orang yang belum tentu benar, atau bisa jadi si pembawa berita tersebut masuk dalam kategori fasik.. bagi yang belum tau ciri-ciri orang fasiq yaitu:

“Imam Al-Alusi menyatakan bahwa makna fasik ialah orang yang masih suka bermaksiat, atau suka melanggar salah satu aturan agama”

Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Al-Hujurat : 6)

Dalam ayat ini ALLAH SWT memerintahkan kepada orang-orang yang benar-benar shadiq kepada ALLAH dan Rasul-NYA (shaddaqu liLLAHI wa rasuliHI), jika ada orang fasik membawa berita tentang sebuah kaum agar dilakukan tabayyun (dalam qira’ah Ahlul-Madinah dikatakan tatsabbut), yaitu jangan langsung diterima tanpa dilakukan pengecekan kebenarannya.

Sehingga Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa para ulama tidak mau menerima riwayat dari orang yang majhul (tidak dikenal kepribadiannya) karena khawatir adanya kefasikan dalam dirinya.

Nah, kalau saja si pembawa beritanya saja, masih melakukan kemaksiatan, tidak amanah bahkan juga sering bermasalah, perlulah kita berhati-hati dengan berita yang dibawanya sekalipun benar.. apalagi jika kita sampai jatuh pada kondisi menyebarkan berita tersebut dan menuduh orang lain yang [bisa jadi] tidak bermasalah menjadi bermasalah dan salah. Sehingga membuat orang-orang disekitar kita ikut mempercayai nya..

Hal ini tidak sedikit saya temui pula dikalangan para aktifis dakwah.. saya pribadi pun tidak memungkiri pernah jatuh dalam kondisi serupa, jauh sebelum mengetahui adanya larangan tentang Qiilaa wa Qalaa.. terlebih ujiannya seorang perempuan itu terletak dilisannya yang kadang tidak terkontrol.

Makanya mengapa untuk hal-hal yang saya dengar, dan suatu ketika terdesak oleh teman yang meminta saya mengklarifikasi, saya mencoba untuk mengakhirinya dengan kata wallahua’lam atau coba tabayyun dulu dengan orangnya.. kecuali telah nampak bukti-bukti yang berhasil saya temukan lewat proses tabayyun lalu saya sampaikan demi menghentikan isu-isu yang berkembang tentu saya sampaikan kepadaorang-orang yang saya percayai komitmennya dalam menjaga amanah.. tentu bukan berarti tindakan saya ini benar.. ah, rabbi, saya tahu saya salah, faghfirlii ya raabb.. 😥

Alhamdulillah dengan hidayah Allah yang mengarahkan saya tentang ilmu qiila wa qaalaa ini, membuat saya mencoba untuk jauh lebih berhati-hati untuk menyampaikan berita dan menahan diri untuk bisa menjaga lisan saya atas apa yang saya dengar baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja.. dan berusaha untuk mencari tahu langsung lewat lisan sang narasumber..

Kita memang sulit menolak berita-berita yang hadir di hidup kita, baik mengenai kehidupan dan permasalahan orang lain, karena canggihnya efek media sosial dan “kelumrahan” bagi sebagian orang yang merasa bahwa menceritakan kehidupan orang lain demi mencari kebenaran adalah hal yang biasa saja apalagi demi memuaskan hasrat keeepppooo kita yang sudah masuk tingkat kritis nan akuuttt, tapi bukan berarti serta merta kita mudah jatuh bahkan terlalu cepat mengambil kesimpulan dan penilaian mengenai orang lain yang kita saja tidak mau atau belum meng-cross check kebenarannya.. terlebih kalau orang tersebut adalah orang yang tidak kita sukai akhlak dan sikapnya..

Bisa jadi, si pembawa berita juga bermasalah dengan orang tersebut, atau juga fasiq seperti apa yang saya paparkan di atas.. karena, bagi saya, muslim yang utama itu seperti yang di sampaikan oleh Rasulullah SAW..

“(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al- Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42)

ya, muslim yang tidak hanya menjaga diri nya dari kejahatan dan lisannya, tapi juga menjaga harga diri saudara seimannya, sekalipun telah tampak aib-aib saudaranya tersebut..

Jadi, jangan mudah menilai dan menyimpulkan sesuatu hal/orang lain bila hanya berasal dari perkataan yang tidak berdasar.. perkataan yang bersumber dari orang yang juga memiliki penyakit hati.. tentu, ini pelajaran untuk saya pribadi yang terus mencoba memperbaiki diri, tentu akan sakit bagi saya, ketika aib-aib saya diketahui atau saya dituduh melakukan sesuatu padahal saya tidak melakukannya, begitu pula tentunya perasaan orang yang kita “rasai” bukan?

Ya Allah, ampuni kami, jaga lisan dan hati kami dari keinginan membuka keburukan dan mencari-cari kesalahan saudara saudari kami.. sesungguhnya kami adalah sekumpulan hamba yang tak pernah lepas dari khilaf.. maka tunjukkanlah hidayah, kuasa dan penjagaanMu, pada hati-hati ini, lisan ini, telinga, tangan, kaki, dan hidup ini..

**tulisan ini juga mengambil rekam jejak ibrah dari:

http://pkssidomulyo.blogspot.com/2011/06/manhajut-tatsabbut-wat-tabayyun-fil.html

Ya.. [mungkin] kita terlalu sibuk


berdoa[picture taken from google]

Ya.. mungkin kita terlalu sibuk dengan dunia ini..

sibuk mengurusi masalah capres dan cawapres yang tak kunjung henti.. dengan alasan 5 tahun kedepan yang akan menjadi taruhan..

tidak salah memang..

atau pula sibuk menonton pertandingan sepak bola, hingga melalaikan rasa kantuk yang harus tertunaikan, demi alasan hoby dan mengalihkan dari urusan perpolitikan yang memuakkan.. tidak menjadi masalah memang..

tapi sayang.. kita sering terlupakan untuk berdoa, tentang baik buruknya amal kita yang lalu dan yang akan datang.. atau bahkan memang sudah lama tidak peduli untuk memikirkan?

Ya, mungkin kita terlalu sibuk dengan pekerjaan..

sibuk mengurusi masalah pekerjaan yang dari hari ke hari tidak ada perubahan, memompa letih yang butuh pula diperhatikan.. demi alasan menguapkan asap dapur demi menjaga perut dari kelaparan.. tidak salah memang..

atau juga sibuk mengurusi pekerjaan, kuliah, berkumpul dengan teman, demi menghindari kebosanan dengan orang-orang sekitar.. atau demi menjauhi orang-orang yang terlibat konflik dengan hati.. dengan alasan, agar tidak menjadi dosa yang berterusan.. tidak mengapa memang..

tapi sayang, kita mungkin sering lalai untuk berdoa, untuk menjadi orang yang hadirnya bermanfaat bagi sekitar.. menjadi orang yang kesibukkanya pun tidak membuat nya luput menerangi kegelapan.. atau memang tidak peduli lagi?

Ya, bisa jadi mungkin kita sangat terlalu sibuk dengan penampilan.

sibuk mengurusi warna-warna baju, hijab, sepatu, demi memuaskan mata yang memandang.. dengan alasan agar tidak terlalu ekstrem menjalankan syariat bagi yang islam, atau agar tidak dianggap jadul oleh orang kebanyakan.. yaa.. tidaklah mengapa..

tapi sayang, kita mungkin sering lalai berdoa, agar Allah menjadikan adanya kita bukan lah fitnah bagi mata-mata yang berpenyakit[‘ain].. bukan pula hadirnya menambah daftar-daftar tabarruj, atau bahkan perlombaan keriya’an, kesombongan yang bahkan menghapus pahala-pahala ibadah yang sudah menggunung tinggi..

Yaa.. bisa saja mungkin kita sangat sangat sibuk dengan penilaian dan kedudukan.

sibuk mengurusi pekerjaan demi gaji yang melangit.. sibuk mengelarkan pendidikan demi title yang memanjang dibelakang nama, agar kelak menjadi bahan omongan bahwa kita pintar, cerdas, ahli analisis, bisa menjatuhkan argumen atau alasan orang lain yang bisa jadi lebih benar dibandingkan kita.. atau sederat alasan lainnya.. yaa.. lagi-lagi.. silahkan tidak mengapa..

namun, sayangnya, mungkin kita tidak pernah ingat untuk berdoa.. agar ilmu yang Allah berikan dalam diri kita, menjadi bermanfaat bagi sekitar, semakin menumbuhkan ketawadhuan, semakin membuat kita haus ilmu bahkan dari orang-orang yang ilmunya jauh dibawah, tidak sederajat bahkan yang tidak berpendidikan layaknya kita..

Ya.. bisa jadi kita sangat dan teramat sibuk dengan usia yang terus bertambah, namun jodoh tak kunjung datang..

sibuk menangisi kerutan yang bertambah, lalu mempercantik / mempertampan wajah agar menarik mata banyak pria atau wanita.. sibuk mengecilkan ukuran baju demi dipinang banyak pria.. bahkan rela meninggalkan nilai-nilai kesyar’ian dan menanggalkan hijab agar tidak disebut perawan tua.. yaa.. silahkan, saja..

lagi-lagi, sayangnya mungkin kita lupa berdoa.. tentang doa agar mendapatkan pasangan yang menyejukkan mata, anak-anak shalih dan keturunan yang mendirikan shalat.. agar dikuatkan keistiqomahan dalam menjaga hidayah, agar dijauhkan dari hati-hati yang berpenyakit..

Ya.. bisa jadi kita sangat sibuk mengurusi masa depan yang menjadi misteri..

sibuk mengumpulkan harta tanpa memperhatikan dari mana sumbernya.. sibuk mengejar karir agar tidak dianggap ketinggalan zaman karena hanya mengurus suami dan anak, agar title yang berjejer dibelakang nama tidak sia-sia.. agar kelak hidup kita bergelimang harta..

sayang aduh sayang.. seringnya kita lupa berdoa.. agar kelak harta yang kita hasilkan berasal dari sumber yang halal.. agar kelak harta yang ada tidak menjadi salah satu penyebab beratnya timbangan pertanggungjawaban di hadapanNya.. agar kelak harta kita menjadi wasilah bagi kita untuk menjadi ahli sedekah.. atau ringan tangan membantu kaum yang papa..

Ah.. bisa jadi kita sangat sibuk dengan dunia dan seisinya, dengan segala pernak perniknya, shalat tertunaikan, dzikir senantiasa terlafadzkan, namun hati kita lalai dalam berdoa.. Agar selamat dunia dan akhirat, agar khusnul khotimah menghadapi kematian dan agar keridhaan Allah melimpahi seluruh aktifitas kita.. yaa.. sering kita lupa..

Maka, saudara saudari ku..

bukanlah wajah, fisik, jabatan, dan harta yang menjadi penentu kebahagiaan di masa depan mu, bukan pula hadirnya jodoh yang akan menjadi pelengkap sempurnanya hidupmu.. Tapi doa, keinginan untuk berbenah dan berubah melalui do’a-do’a yang dipanjatkan, ia lah yang akan menjadi penentu kehidupan dunia akhiratmu..

bagi yang lupa.. semoga beranjak sejenak untuk membiasakan diri berdoa..

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ وَمِنْ شَرِّ مَا لَمْ أَعْمَلْ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.” (HR. Muttafaq ‘Alaih dan selainnya)

 

اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau menyerahkan aku kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata dan perbaikilah seluruh urusanku. Tiada Ilah Yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Abu Dawud no. 5090, Ahmad no. 27898 Ibnu Hibban. Dihassankan oleh Syaikh Syuaib Al-Arnauth dan Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 3388)

 

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74)

 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

“Ya Allah, Sungguh aku minta kepada-Mua ilmu ilmu yang manfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)

 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebakhilan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari kepikunan, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan siksa kubur.” (HR. Al-Bukhari, Al-Tirmidzi, al-Nasai, dan Ahmad)

 

تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yuusuf: 101)