Panti jompo; meretas jalan ke syurga


cute baby (50)[picture taken from google]

Tidak sengaja beberapa hari lalu melihat link yang dishare salah seorang teman FB mengenai kondisi sebuah panti jompo yang menurut saya dan para komentator menilainya sebagai tempat “tak layak”, saya langsung menangis begitu melihat video yang menggambarkan kondisi para lansia yang diperlakukan sangat tidak manusiawi oleh perawat panti jompo, tentu video yang dishare tersebut sepertinya bukan di indonesia. Ya, saya berharap, di negara ini, tidak ada panti jompo se”jahat” itu. Bagaimana tidak, para pekerja panti tersebut memperlakukan para lansia dengan sangat kasar, seorang bapak yang mungkin sudah berusia 70 atau 80 tahun, yang tidak kuat untuk duduk atau berdiri, dipukul kepala nya dengan kesal oleh salah seorang pekerja panti jompo karena tidak mampu duduk sendiri. Teganya!

Ya, mungkin kebanyakan dari kita, lebih familiar dengan panti asuhan yang banyak menampung dan mengasuh anak-anak yatim piatu sehingga kadang ada beberapa yang melupakan pentingnya ikut menyambangi atau membuat aktifitas sosial di panti jompo, tempat dimana banyak orang tua ditelantarkan atau “dibuang” oleh anak-anak mereka yang tidak sabar mengasuh mereka ketika sudah tidak berdaya, dan tak sedikit pula dari kita yang rela menghantarkan orang tua kita ke rumah panti jompo hanya karena tidak ingin repot dan sibuk mengurusi kondisi orang tua yang semakin renta, tak mampu berbicara jelas, tidak bisa berjalan kuat, harus dipapah, dan sebagainya..

Saya tidak habis pikir, dimana perasaan orang-orang yang tega membuang atau menitipkan orang tuanya di panti jompo dengan alasan sibuk, tidak kuat, repot, dll.. Bukankah mereka adalah orang tua yang telah rela melahirkan dan membesarkan kita dengan tetesan keringat dan dengan lantunan doa mulia? Merekalah pula yang tidak pernah letih ketika semasa kecil kita merepotkannya dengan tangisan yang tak kunjung henti hanya karena merasa lapar, merengek ingin dibelikan barang yang bahkan orang tua pun sebenarnya tidak bisa membelikannya lalu berhutang kesana kemari untuk membelikan barang tersebut agar anaknya bahagia..

Orang tua pula lah yang tak mengenal kata jijik ketika sang anak buang air besar atau buang air kecil, ditengah malam yang mengantukkan mata. Hingga kita beranjak remaja, dewasa dan bisa memperoleh segalanya dari usaha dan jerih payah mereka. Lalu dimana balas budi kita untuk kembali mengasuh mereka yang semakin hari semakin kekurangan daya, dengan rambut putih dan tulang yang mulai merenta. Ya allah, andaikan kita mau membuka kembali al qur’an yang mulia,

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Israa: 23)

bahkan berkata “ah” saja kepada mereka pun tidak diperbolehkan, apalah lagi menelantarkan kedua nya ketika telah tua. Saya ingin menangis. Tergambar wajah kedua orang tua yang telah dimakan usia, namun tak letih mendoakan bahkan berjuang melawan kanker demi membersamai putra putri juga cucu-cucunya yang mulai beranjak besar.

Dari awal, saya telah berjanji terhadap diri sendiri, bahkan terhadap calon suami saya kelak. Saya tidak akan membiarkan kedua orang tua kami menghabiskan sisa hidupnya di dalam panti jompo, sesibuk apapun kondisi kami nanti. Saya ingin merawat mereka dan membersamai mereka hingga Allah memanggil mereka kepangkuanNya. Saya yakin, kondisi saya saat ini, kemudahan-kemudahan dalam hidup, prestasi, pertolongan Allah pun tidak pernah luput dari peran serta kedua orang tua saya.

Ya, saya mengajak teman-teman dan diri saya pribadi, untuk meluangkan diri bertandang ke panti jompo demi melatih kepekaan hati kita sebagai seorang anak dan calon orang tua dimasa yang akan datang. lihat lah ibu-ibu dan bapak-bapak disana, ajaklah sesekali mereka bercerita, dengarkan keluh kesahnya, dengarkan harapan-harapannya, tentu bisa jadi itu merupakan cerminan dari keluh kesah dan harapan kedua orang tua kita. Ya, muliakanlah orang tua, agar ridha Allah senantiasa membersamai hidup kita.

bukankah kelak kita akan menjadi orang tua? sila kembali merenungi ayat ini..

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. [Ar-ruum 54]

Semoga, kita tidak menjadi anak-anak yang menelantarkan kedua orang tua kita terlebih anak durhaka, naudzubillah. Karena, durhaka kepada orang tua pun merupakan salah satu dosa besar yang adazab nya disegerakan di dunia.

Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan al’uquq (durhaka kepdada orang tua)” [Hadits Riwayat Hakim 4/177 dari Anas bin Malik Radhiyallahu ’anhu]

 Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ’anhu berkata, ’Telah berkata Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat yakni anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki dan kepala rumah tangga yang membiarkan adanya kejelekan (zina) dalam rumah tangganya” [Hadits Riwayat Hakim, Baihaqi, Ahmad 2/134]

Ah, rasanya, tulisan ini semakin membuat saya tertarik untuk bisa berkontribusi merawat para lansia di rumah-rumah jompo.. semoga, Allah memudahkan jalan saya kesana..

Rabbighfirlii waliwaalidayya warhamhuma kamaa rabbayanii saghiiraa.. aamiin

Memupuk kesabaran di Keramaian Jalan


540440_235833633183686_1179802052_n[picture taken from KhadimulQuran]

Kota pelajar ini sudah mulai merasakan musim penghujan, awan mendung selalu menghiasi di tiap paginya, namun tetap, jalanan tak pernah sepi sederas apapun hujan membahasi kota budaya nan istimewa ini. Semakin lama semakin sesak saja jalanan oleh kendaraan yang bejubel setiap harinya, tidak seperti dulu, lima tahun silam awal mula kaki menginjakkan kaki, mencoba peruntungan dan mencari ilmu di kota yang dikenal kota budaya, pelajar, wisata dan kota istimewa. Jalanan dulu masih begitu nyaman, tidak begitu sesak dengan kendaraan mobil yang kini sama mendominasinya seperti motor-motor.

Ya, hujan selalu menciptakan cerita sendiri di tiap tetes nya, banyak yang menjadikannya kesempatan untuk berdoa sebanyak-banyaknya, diluar waktu-waktu ibadah, karena hujan merupakan salah satu waktu di kabulkannya doa seorang hamba. Tidak sedikit pula yang merutukinya, merasa khawatir dan was-was ketika masih berada diatas kendaraan pribadi, masih ditengah sesaknya jalanan kota, intinya ingin langsung sampai dirumah, tidak tertarik lagi keluar belanja, karena harus berhadapan dengan basah dan dingin yang menggigilkan badan. Hingga, kondisi was-was, serba cepat sampai rumah membuat rumit jalanan.

Beberapa kali mata ini menyaksikan orang-orang yang serba terburu-buru ditegur Allah dengan musibah, entah jatuh dari motor karena ditabrak kendaraan lain, terpeleset karena jalanan yang licin, mata yang mengantuk, dan ketidaksabaran dengan lalu lintas. Ya, terkadang saya merasa, alangkah arogannya orang-orang dijalan raya ini, sudah tahu bahwa lampu sedang merah, yang lain pun masih bersabar menunggu untuk lampu hijau, masih saja ada orang yang dengan egoisnya membuat bising jalanan lewat klakson kendaraannya. Saya kesal, jujur sangat kesal, lihatlah, yang lain saja banyak yang mengalah bahkan rela berbasah-basahan untuk sekedar mentaati lampu merah, demi untuk menjaga keselamatan dirinya, tapi mengapa masih saja ada orang yang memaksa kita untuk menyingkir, menerobos lampu hijau dan mementingkan keinginannya sendiri.

Saya yakin, dikota pelajar ini, terkhusus yang memiliki kendaraan pribadi, bukanlah orang-orang yang tidak berpendidikan, belum lagi saya dapati banyak kendaraan “bermasalah” dijalan raya, dengan bangga menempelkan stiker bertuliskan nama Kampus nya. Dimanakah cerminan “manusia terdidik”? dimanakah cerminan seorang mahasiwsa/mahasiswi kampus tercinta yang terkenal dan dibangga-banggakan? saya menarik nafas dalam saja, ketika menjadi korban klakson oleh mobil-mobil “tak beradab”, saya diamkan saja, biar pengemudi mobil tersebut mau ikut bersama kami, pengendara lain, untuk bisa bersabar menunggu lampu hijau menyala.

Ya, memupuk kesabaran dikeramaian jalan bukanlah hal yang mudah, semua kita berkejaran dengan waktu, berkejaran dengan ini, itu.. tapi alangkah indahnya jika kita bisa ikut belajar untuk menjadi pribadi yang sabar lewat pelajaran berkendaraan dijalanan besar. Selalu saja banyak orang yang mengkritik kondisi jalanan khususnya Indonesia tercinta

“Ah, indonesia ini terbelakang, masa macet aja ga bisa diurus?”

“Mending tinggal di negara ini, lalu lintasnya tertib..” blaa.. blaa..

Lha, gimana mau teratur, wong dia nya saja menjadi salah satu penyebab jalanan macet. Menerobos lampu merah, lalu membuat kendaraan yang seharusnya berjalan, stuck karena mencoba menghindari kecelakaan akibat bergesekan atau berbenturan dengan kendaraan yang masih saja menerobos. Lalu, dalam hitungan menit, jalanan macet, sampai jarak ratusan meter, dan tetap masih saja ada yang tidak sabar, mencoba membuat mobil-mobil yang stuck ditempat ini berjalan hanya dengan sentilan klakson nya yang membuat polusi suara. Sampai disini, mari kita beristighfar.. bukankah penyebabnya adalah kita? ya, kita yang selalu mengkritisi negara ini dengan permasalahan carut marut yang tidak kunjung usai.

Aduhai, andaikan saja kita mau memupuk dan menumbuhkan kesabaran itu dijalanan ramai, tentu negara ini akan sedikit lega, salah satu faktor carut marut permasalahannya berkurang satu. mari merenung, tidak perlulah menggunakan klakson ketika memang tidak terlalu diperlukan, gunakan saja ketika memang kondisi nya emergency, atau hanya sekedar mengingatkan pengendara lain yang lalai, cukup sampai disitu. Bukan untuk membuat kekacauan yang justru menimbulkan emosi bagi pengendara lain. Hingga akhirnya keluarlah sumpah serapah dijalanan, sehingga banyak terjadi kecelakaan yang bisa saja diakibatkan dari doa orang-orang terdzhalimi oleh klakson dan cara mengendara kita yang tidak beretika.

Dengan bersabar, percayalah, tidak akan membuat kita menjadi hina. Kecuali kita yang dari awal menghinakan orang lain yang memiliki kendaraan tidak semahal kendaraan kita. Waktu pun hakikatnya adalah wadah dimana kita memanfaatkan diri dengan ibadah, bersabar adalah ibadah, memberikan orang lain kesempatan untuk bisa nyaman berjalan pun adalah ibadah. Bayangkan, bila kesabaran dijalanan ini terus terpupuk, saya yakin, kesemerawutan dijalanan raya ini akan berkurang dengan sendirinya. Dan anda, tidak perlu bersusah payah membunyikan klakson agar bisa sampai ditempat tujuan dengan secepat-cepatnya, karena orang-orang dengan kesadaran dirinya menjadi teratur. Nyaman bukan?

Mari, dari sekarang, belajarlah memupuk kesabaran di jalanan, dimanapun kita berada. Bukan untuk dipandang bahwa kita orang yang harus disegani, ditakuti, bukan. Semata-mata agar kita mampu menjadi cahaya yang menerangi hati semua orang agar mau berbenah, dari diri kita, didiklah sekitar dengan adab dan etika yang memukau, lalu yakinlah, orang-orang akan mengikuti, kecuali bagi mereka yang hatinya tidak lagi layak disebut sebagai hati manusia; yang tentu akan mudah mengerti tanpa harus dikata-katai.

Semoga, hujan selalu membawa berkah, cerita dan pelajaran yang indah.. sekarang dan selamanya. Semangat berbenah! 🙂

Pembaca Rahasia


536473_239725102794539_246802577_n[Picture taken from KhadimulQur’an]

Ya, bagi penulis, mendapatkan pembaca rahasia adalah hal biasa, dan itu berarti si penulis pun harus kuat dengan konsekuensi nya yaitu ketika pembaca rahasia tidak menyukai tulisannya. Selalu ada pro dan kontra dalam kehidupan manusia, kita tidak bisa menjadi manusia yang benar-benar bisa diterima secara sempurna oleh seluruh ummat Manusia, akan ada yang suka, akan ada pula yang benci. Bukankah contoh itu sudah lama kita temukan dari perjuangan baginda Mulia Nabi Muhammad SAW?, dengan akhlaknya yang begitu memesona mata dan hati saja masih ada pihak-pihak yang tidak menyukai bahkan bermaksud jahat terhadap beliau? Lalu, apakah Baginda Muhammad SAW mundur dan menyerah atas setiap balasan kejahatan dan ancaman yang terus menerus datang dalam perjalanan dakwahNya? Tentu Tidak. Beliau terus teguh memperjuangkan kemuliaan islam, tak peduli seberapa banyak yang memusuhi nya, tak peduli seberapa banyak luka yang harus dirasakan.

Begitu pula ketika kita menulis, tidak selalu tulisan hikmah ditangkap hikmah pula bagi pembaca, tidak sedikit pula yang merasa tersentil, lalu tidak terima dan menyalahkan penulis nya. Dan itu adalah sebuah resiko yang harus dihadapi bagi mereka yang telah memiilih tinta dan pena sebagai pengukir sejarah hidupnya, wadah pikirannya dan hatinya.

Tidak perlu merasa kecewa dan marah melihat respon yang tidak baik dari pembaca-pembaca rahasia. Karena, sesungguhnya, permasalahan terberat adalah pada penulis sendiri, bagaimana kelak ia akan mempertanggungjawabkan apa yang dituliskannya. Tidak peduli pada pembaca, selagi yang mengalir adalah rangkaian hikmah dan kebaikan. Penolakan pasti terjadi, tapi sekali lagi bukan semata-mata kesalahan penulisnya, bisa jadi hati pembaca yang mungkin belum tersentuh hidayah Allah atau mungkin mengalami kondisi sakit [Qalbun Maridh] sehingga sulit menerima kebaikan bahkan dari orang yang dibenci atau tidak disukainya.

Sekarang, teruslah menulis sebagai upaya mengobati diri, membenahi apa yang perlu dibenahi, merenungi bahwa tulisan ini pun, detik ini pun, akan dipertanggungjawabkan. Terlepas dari pro dan kontra yang menghiasi seluruh rangkaian tulisan yang telah dituangkan.

Bukankah yang terdekat bagi diri kita adalah detik yang akan datang? maka sibukkanlah diri untuk menyambut hari esok dengan kondisi terbaik, iman yang terus naik dan stabil, akhlak yang senantiasa berbenah dan lisan yang semakin hari semakin terjaga. Biarlah orang mengatakan apapun atas apa yang kita kerjakan, tuliskan dan kita pikirkan, karena manusia akan mempertanggungjawabkan ‘amal nya masing-masing.. sekarang, sibukkan terhadap ‘amal diri, bermanfaat bagi banyak orang dan bersungguh-sungguh meraih ridhaNya..

“Tidak usah kecewa dengan kejadian yang di masa lalu. kecewalah bila tidak sempat memperbaikinya. Yang terdekat dengan diri kita adalah detik yang akan datang. Bersungguh-sungguhlah minta ampunan-Nya, maju terus untuk berbuat baik.” [Ustadzah Ninih Muthmainnah]

SemangatiDiri!! yeaaayyy


Yok.. ayookk..

semangat yook.. tinggal ketertinggalan..

muraja’ah sekalipun tiada teman..

jadikan ia sahabat.. jadikan ia pegangan..

 

“yok, ayokk.. jadi shohibul qur’an..”

agar hadir ketenangan, kedamaian dan keridhaan Tuhan.. 🙂

Allahu Rabbi, Faghfirlii..


Ya,  sedih, ingin berlari mengejar nya, apabila ia berwujud layaknya manusia..

ingin bersujud meminta, agar ia tidak pergi jauh meninggalkan saya..

ia telah setia, menanti, menemani..

namun selalu diacuhkan diri hina ini dengan kesenangan duniawi..

 

Lalu, ketika ujian datang kembali, mencoba mendatanginya lagi..

dan Rabbi.. ia pergi..

 

Ya, Al qur’an melupakanku.. ayat demi ayat yang dulu ku lantunkan demi mengharap ridhaMu, justru meninggalkanku.. Maafkan hamba hina ini Illahi Rabbi..

:: Allahummarhamni bil qur’an.. ::

 

#sedih#tercabik#menyesal#mari semangat mengejarnya kembali.. LiLLah, FiLLah, BiLLah..