Aku; anak, istri dan calon ibu


Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shaalihaat..

Tepat tanggal 20 April lalu, menjadi salah satu moment terindah dan terpenting dalam perjalanan 24 tahun usia saya di dunia. Beralihlah tanggungjawab seorang putri kelima dari 6 bersaudara ini, yang ditanggung oleh bapak tercinta, kini telah beralih ke lelaki lain yang telah Allah halalkan untuk saya. Tentu pecah tangis saya ketika mendengar ijab qabul terlisankan dari bibir suami, ada rasa haru, bahagia,dan takut juga. Mungkin karena saya menyadari tugas-tugas saya setelah ini tentu akan sangat berat. Saya harus meningkatkan kapasitas diri, tidak lagi sebagai seorang anak yang sedang menyelesaikan tugas akhir kuliah, melainkan juga seorang istri yang harus taat dan menyejukkan hati suami, juga seorang calon ibu yang harus bersiap melahirkan, mendidik, membesarkan buah hati yang [semoga] Allah berkenan mengamanahkannya kepada kami. aamiin.

Hari-hari yang kami lalui setelah pernikahan, adalah hari-hari perkenalan kembali. Sekalipun memang kami sudah saling kenal dulunya, namun ada banyak hal terlebih kebiasaan yang tidak saling kami ketahui. Suami tipe yang sangat melengkapi saya, seorang lelaki tegas, yang memiliki perencanaan dan pertimbangan matang, perfeksionis, tertata, rasional, fokus, rapi, dan banyak hal yang sangat menutupi kekurangan saya sebagai seorang istri. Saya bahagia atas karunia Allah ini, dipertemukan dengan seseorang yang telah ridha menerima saya yang penuh keterbatasan dan kekurangan. Acap kali saya bertanya, apakah dia menyesal telah menikahi saya? dan tentu, jawabannya selalu membuat saya tersenyum, jawaban ikhlas penuh kebahagiaan.

Sebelum menikah, saya selalu membekali diri dengan bacaan-bacaan mengenai kehidupan rumah tangga. Saya yakin, bahwa seluruh pasangan yang telah menikah pasti merasakan susah, senang, suka, duka, sakit, pedih, kecewa dan bahagia dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Rumah tangga bagi semua orang yang masuk kedalamnya, adalah sebuah institusi pendidikan yang selalu melahirkan ilmu baru, tentang toleransi, kepercayaan, menjaga amanah, memberi solusi, menguatkan dan banyak hal. Tidak sedikit pula buku mengenai pahit getir rumah tangga yang diuji dengan perpisahan telah saya baca. Saya tidak sedang berharap atau membayangkan perpisahan dengan usia rumah tangga yang masih berusia bilangan minggu ini. Tapi, sekali lagi, dalam kehidupan ini kita dituntut untuk tidak hanya siap dengan bahagia saja, namun juga menyediakan ruang di dalam hati kita untuk hal-hal yang tidak mengenakkan. Agar ketika hidup kita diuji dengan kekecewaan, rasa sakit dan duka, setidaknya kita telah memiliki kekuatan untuk bisa menghadapi, melewati dan juga mensyukurinya sebagai hikmah yang Allah hadirkan.

Satu impian dan harapan saya akan rumah tangga ini, semoga kehadirannya dalam hidup kami membuahkan kebaikan dan kebermanfaatan bagi kami, anak-anak kelak, keluarga kami dan juga masyarakat, terlebih bagi Agama dan negaara. Semoga pula kelak ia menjadi salah satu tangan-tangan yang memperjuangkan nilai islam, meninggikan kalimah-kalimahNya, menjadi madrasah ilmu yang tidak berujung, menjadi penjaga dan pelantun kalamNya, dan berlabuh indah di JannahNya.. ya ssemoga semua kebaikan terhimpun dalam perjalanan rumah tangga kami.

Izinkanlah sekali lagi kami melantun doa yang tak pernah putus ya rabbi..

Allahummaj’alna wa awladana wa alayna min ahlil qur’aan, min ahlil jannah, min ahlil imaan, min hifzil qur’an, wa naudzubika min suu’il khotimah.. Rabbana hablana min azwajina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imamaa.. Rabbij’alni muqimashalati wa min dzurriyati.. rabbi habli minnash shaalihin.. Allahumma aamiin..

Bersih-bersih Facebook..


nasehat

[picture taken from i Luv Islam.com]

Lambat laun, titik jenuh itu akan hadir, tentu saja, bayangkan dari tahun 2009 sampai sekarang, saya sudah menjadi jama’ah facebook setia. Bukan karena latar belakang anak komputer sehingga mewajibkan diri 24 jam nonstop FB.. ney.. ney.. ney.. dari yang awal-awal masih alay dengan tulisan yang amburadul, tidak indonesia banget, kata aa gym mah, “terlalu senang mencari popularitas”.. akhirnya sedikit demi sedikit mendapat hidayah untuk beranjak melupakan FB, semoga bisa benar-benar hilang dari akun FB, ya minimal kalau ada FB, khusus untuk jualan online aja.. *yeee.. itu mah sami mawon.. :p

Tapi, betul lho, saya sangat menikmati dunia nyata, benar-benar nyata, saya menjadi diri saya apa adanya, saya pun juga tidak ketinggalan berita, dan tentunya saya juga tidak perlu merasa bersalah setiap kali nongol di FB dan dipaksa -entahlah, seperti dihipnotis- untuk bisa mengetahui urusan rumah orang lain melalui status dan komen-komennya yang selalu tampil di sisi kanan.. banyak suka duka berfacebook ria, dari masalah salah tafsir lah, koemn dan inbox yang kadang ga mutu..

Dari yang naksir, kecewa sama saya, memata-matai saya, bahkaaaan mengajak saya menikah pun ada.. *geleng-geleng kepala.. alhamdulillah, tidak tergoda begitu saja dengan inbox dan komen-komen yang rajin hadir-dan saat itu juga dihapus- hehe.. ya, itulah fase  pen-dewasa-an, menurut saya, begitu banyak rekam jejak yang saya tinggalkan melalui tulisan-tulisan saya, kadang tertawa lucu membaca tulisan saya yang kiranya dulu alay bin lebay, kadang seolah tidak ingin mengakui bahwa yang menulis itu saya.. 

“wah, ini bukan aku, bukaaaan.. bukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnn..” 

tulisan ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tulisan saya yang lalu, ada ketakutan ketika apa yang ditulisakan masih jauh dari kenyataan, ada ketakutan ketika apa yang ditulisakan tidak luput dicatat oleh para Malaikat, namun sayangnya ketakutan seperti ini pun dijadikan alasan oleh orang-orang pecinta facebook, mencurahkan apa saja sesuai diri nya dengan apa adanya agar tidak dianggap munafik, sok alim, sok baik, dll dengan mengeluarkan tulisan tidak bermutu, sumpah serapah, hinaan dan cacian yang semakin menguatkan fakta bahwa anak-anak indonesia memiliki keterbelakangan mental.. **upppss, just kidd.. padahal mereka lupa bahwa tetap saja itu tidak diperbolehkan, karena tulisan akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk kepo sama urusan rumah tangga orang.. hehe..

Banyak hal juga termasuk sindir menyindir yang katanya lebih kepada menasehati si orang tertentu, awalnya saya begitu, namun semakin kesini, saya menyadari, menasehati seperti itu bukanlah cara yang baik dan tentu tidak mengenai hati yang ditegur, karena bahasa tulisan sangat berbeda jauh dengan bahasa lisan, orang yang lembut pun ketika menulis bisa berubah kesannya menjadi kaku, sangar, sadis bengis, kejiiiiii -halaaahhh- ketika tulisannya dibaca oleh seseorang yang memiliki cara membaca yang berbeda, termasuk intonasi, titik koma, dll. sehingga menurut saya, untuk menegur seseorang, lebih baik secara 4 mata saja, karena menyampaikan dengan lisan -saya rasa lebih mengena kehati dan lebih terasa kesan persaudaraannya karena jelas melihat langsung mimik wajah, nada suara, dsb..

ah, intinya mah, sekarang ingin bersih-bersih facebook saja, saya ingin kehidupan nyata saya seindah tulisan-tulisan saya di FB bahkan lebih indah, dan lebih tenang karena apa yang saya lakukan, insya allah niatnya lebih muda untuk dijaga.. sehingga tidak muncul keinginan agar diketahui oleh orang lain dan mendapatkan pujian dari orang lain. Apalagi saya mau menikah, semuaaa pasti mau kaaann? dan saya tidak mau kehidupan rumah tangga saya diketahui orang lain apalagi kalau sudah berbau konflik dan mention-mention yang ga mutu dengan suami/istri.. 

“mamah @c1ntH1y4H y4nK Zel4lu cH1nt4H P4pp4h, perut papa mules, di sini ga ada toilet, adanya sawah, gmn dumdzzzzz”

“papah @4nGG4H y@nK ceeeeeeNNNtt@@@@hhhh M@mm@@@@@HHHH, kaciaaann pappah, ywd jongKok ajj di s4w4h paaahhh”.

(-_-‘) sekian, Terima Kasih..