Jarak; rindu yang tak tertahankan..


kau tahu sayang, rindu telah mengirimkan hujan kekota ini..

anginnya pula turut serta menyibak dedaunan kering..

seolah mengetahui, istri mu ini kini tengah bersedih..

jarak sayang, telah berbicara padaku..

akan hikmah atas perjuangan dan perpisahan[sementara]ini..

ku lalui sendirinya dengan terus berpikir..

apa saja yang harus ku lakukan demi membuat mu bahagia ketika bersua kembali..

masakan ku pun tak seenak buatan mama dan ibu mertua..

badanku pun tak seindah dan semempesona angelina jolie..

managemen rumah pun masih merangkak aku mempelajari..

rasanya sayang, setiap hari bagiku adalah terus memikirkan ini itu.. demi kebahagiaanmu seorang diri..

rindu sayang, yang telah mengajarkanku banyak arti..

tentang tanggung jawab dan kebermanfaatan sebagai seorang istri..

itu tandanya..

aku tidak boleh melanggar apapun yang kau perintahkan selagi masih dalam koridor syar’i..

aku pun tidak boleh sembarangan memilih baju atau berdandan sekehendak diri dikota ini..

aku juga tidak bebas keluar pergi tanpa izin dari mu..

terlebih lagi setiap hari handphone ini harus terus berdering agar ketika kau telpon, bisa ku jawab, tak pakai nanti..

ah sayang, suami ku yang kini ku percaya juga sedang banyak belajar..

betapa bahagia ketika ku dengar semangatmu untuk mengulang hafalan lagi..

terlebih memperbaiki kualitas bacaan qur’anmu yang sama seperti diriku..

betapa bahagia nya aku, sebagai istri..

selalu kau terima kekuranganku dengan senyuman..

semoga ridha yang selalu hadir ketika kau menatapku kala kelimpungan di dapur saat pulang kerjamu..

semoga ikhlas dihatimu kala melihatku membersihkan rumah dalam kondisi tidak ‘rapi’..

wahai sayang, jarak banyak mengajarkanku kini..

bagaimana kelak aku harus memanagemen diri, ketika kita bersua kembali..

seperti kecupan yang tak pernah lepas kau berikan setelah mengucap salam ketika menjadi imam shalatku..

ia hadir menumbuhkan cinta yang kecil, tumbuh dan semoga terus mewangi..

ia hadir menumbuhkan impian tentang syurga yang kita bayangkan..

ia hadir bagai obat yang terus menyehatkan dan memperbaiki kualitas diri..

sayang, jarak ini, menjelma rindu yang tak tertahankan..

dan seperti ucapku malam itu, tatkala mendoakanmu..

..Semoga Allah jadikan kita suami istri di JannahNya yang abadi..

bantu dede ya sayang..

yang mencintaimu karena Allah..

-Bintu Shobr a.k.a Dian –

Memaknai Tampilan Diri


332018_10150313570250998_662245997_7814927_1127983238_o[picture taken by google]

Suatu malam, selepas pulang menemani seorang teman berbelanja, mampir sejenak membeli makan dipinggiran jalan tidak jauh dari kost. Mengalir cerita ringan, awalnya tidak bermaksud membahasnya terlalu jauh, namun yaa, yang namanya wanita, kalau sudah asyik membahas satu topic yang cukup menggelitik, gak kerasa alurnya jadi panjang kali lebar.. hhehe

Malam itu, yang tidak lepas dari ingatan saya, adalah ucapan teman saya disela makan bersama.

“Aku sering banget, ketemu sama orang yang kalau diluar kelihatan rapi, tapi ketika main ke kost atau kekamarnya, berbeda jauh dari tampilan luarnya alias berantakan.” Ucapnya dengan wajah serius.

Saya mengangguk mendengarkan ucapannya dan tidak dipungkiri saya pun juga pernah bertemu dengan orang-orang seperti itu, termasuk menjadi gambaran diri saya dahulu, ketika masih berantakan. hehe..

Mungkin, diantara kita juga tidak sedikit yang menemukan pengalaman yang serupa. Bertemu dengan orang-orang yang selalu peduli dengan penampilan zahir[tampak], kemana-mana kesannya selalu mewah dan rapi, selalu ingin dilihat cantik, memesona dan menyenangkan banyak mata yang memandang, namun sayangnya, tidak sedikit pula di antara mereka yang menyepelekan hal-hal yang bersifat privacy, contohnya mengenai kerapihan rumah, minimal kamar.

Ya, kembali ke pribadi masing-masing, saya tidak mau dipusingkan dengan fenomena diatas. Semua orang memiliki privacy yang dirasanya cukup sensitive untuk dibahas. Namun, yang sering sekali membuat saya jengah, adalah mereka yang sering sekali mengkritik tampilan orang lain hanya dari apa yang tampak dari mata.

Misalnya, ketika bertemu dengan orang yang sense of fashion nya kurang enak dimata, terkesan nabrak, ketuaan, kemudaan dan lain-lain. Memberikan masukan bagi saya tidak mengapa, asalkan disampaikan disaat dan waktu yang tepat, buakn dihadapan banyak orang apalagi dengan nada bercanda yang jatuhnya justru melukai hati. Hal ini pernah saya temui, ketika seorang teman mengkritik gaya penampilan kawan saya termasuk pilihan warnanya yang mendominasi gelap. Saya sadar, teman saya yang dikritik sangat tidak nyaman ketika dikritik dihadapan saya dan banyak orang. Wajahnya jelas mengalami perubahan, senyum nya berubah menjadi sedikit terpaksa.

Bayangkan, bagaimana tidak enaknya perasaan teman saya tadi. Lalu saya melirik sang pengkritik, dan saya kenal betul keseharian nya, dan tahukah? Si pengkritik sepertinya tidak sempat bercermin sebelum mengkritik orang lain, karena kiranya ia tidak jauh berbeda dengan teman saya yang dikritik habis-habisan di tempat ramai. Memang teman saya si pengkritik ini, kalau dilihat dari luar, type orang yang sangat memperhatikan penampilan, make up wajah bahkan pilihan warna pakaiannya, tapi siapa sangka kiranya kesehariannya jauh dari itu semua, kesan rapi justru jauh dari apa yang dilihat oleh mata. Bahkan, mohon maaf, jauh dari kesan bersih.

Awalnya saya tidak tega untuk menuliskannya, namun harus saya tuliskan agar bisa menjadi bahan pertimbangan kita semua sebelum mengkritik orang lain. Mudah sekali kita menilai seseorang dari tampilan luarnya saja, mudah menjudge bahwa orang-orang pasti tidak akan suka melihat penampilan yang dinilainya sangat tidak pantas dimatanya. Namun kenyataannya diri nya jauh dari apa yang disampaikannya. Kenyamanan berbusana seseorang jelas berbeda-beda, termasuk pemilihan warna. Sekalipun tidak mengenakkan dimata kita, dan ketika ada kesempatan untuk menasehati harus perlu diingat, adab-adab untuk menasehati atau mengkritik, tentunya kritik yang justru membangun, bukan jatuh pada mencela dan menyindir sekalipun dengan nada bercanda.

Tentu, sang pengkritik tadi akan sangat tidak terima ketika disaat yang sama, saya mengkritiknya dengan hal yang serupa. Tentu sungguh akan sangat menyakitkan hati. Memang, sering sekali, penampilan seseorang yang tampak dimata kita, bisa menjadi bahan penilaian kita akan kepribadian seseorang. Namun, bukan berarti kita seenak hati menilainya dengan membabi buta. Betul lah kiranya, pepatah yang mengatakan “Don’t judge book by it cover”.. tampilan depan tidak selalu sama dengan tampilan dalam. Bisa jadi seseorang tampilan luarnya sangat tidak enak dilihat mata, namun tampilan dalamnya[kepribadian, akhlak, dst] justru memesona diri. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang kelihatannya cantik, rapi, bersih diluar, bisa jadi jorok, dan awut-awutan. Tentunya, saya tidak sekali dua kali bertemu dengan orang-orang seperti ini. Pun diri saya, yang beberapa kali menjadi bahan kritikan orang-orang yang suka menilai dari penampilan zahir. Hanya karena pilihan pakaian saya yang mendominasi gelap dan berjubah.

Tampilan diri tidak aka nada apa-apanya kalau tidak diimbangi dengan tampilan dalam diri kita, keseharian, bahkan akhlak kita. Banyak yang cantik namun kata-katanya justru tidak mampu dijaga, ada pula yang tampilannya tidak sedap dimata, namun akhlaknya, bahkan iner beauty nya mengalahkan mereka-mereka yang cantik di pandangan mata.

So, memaknai tampilan diri, bukan semata-mata lewat apa yang tertangkap oleh lensa mata, melainkan juga lewat keseharian dan kepribadian. Siapapun kita ingin merasa nyaman ketika dipandang oleh orang lain, namun perlu diingat untuk hal tampilan diri dalam keseharian, ada orang-orang yang mungkin kurang memiliki pengetahuan untuk memadu madankan warna bahkan gaya berpenampilan makanya dibutuhkan masukan dan nasehat yang membangun dan tentu lebih etis nya, ketika menyampaikannya secara empat mata. Sekali lagi, jangan memaksakan style penampilan kita, arahkan mereka tetap menjadi diri mereka sendiri namun tentunya dengan penampilan yang lebih sedap dilihat. ini tidak hanya terfokus untuk masalah penampilan, melainkan untuk hal apapun termasuk kerapihan dan kebersihan lingkungan. Sekali lagi, sebelum mengkritik, siapkan diri bercermin dahulu. Okey.. 😉